5 Mengapa liberalisme dan sosialisme tidak patut dijadikan landasan dalam proses penegakan hak asasi manusia di Indonesia? 6. Sekarang ini begitu sering terjadi peristiwa pelanggaran HAM di masyarakat, seperti pembunuhan, penculikan, penyiksaan dan sebagainya. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Sekarangini begitu sering terjadi peristiwa pelanggaran ham dimasyarakat seperti pembunuhan, penculikan, penyiksaan dan sbagainya. mengapa hal tersebut - 24251 moyse2999 moyse2999 13.09.2019 PelanggaranHAM berat ini terjadi pada tanggal 07 Februari 1989 di Dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur. Peristiwa ini adalah dampak dari Pengertiandan Contoh Pelanggaran HAM di Masyarakat. Pasal 1 angka 1 UU no. 39 tahun 1999 mengatur tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Berikut penjelasan mengenai pelanggaran HAM dan contohnya di masyarakat. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar atau hak pokok milik manusia sejak lahir, sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Sekarang ini begitu sering terjadi peristiwa pelanggaran HAM di masyarakat seperti pembunuhan, penculikan, penyiksaan dan sebagainya. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Jawaban: Karena adanya kesempatan untuk melakukan kejahatan. Karena kurangnya pengetahuan tentang agama serta kurangnya pengetahuan tentang hukum yang ada. Sumberilustrasi: PEXELS. HAM (hak asasi manusia) sangat berpengaruh bagi seimbangnya kehidupan di suatu negara. Salah satunya yaitu negara Indonesia, negara yang sangat menjunjung adanya hak asasi manusia. Hal ini dapat dilihat pada banyaknya aturan tentang perlindungan ham maupun sanksi pelanggaran HAM. HAM diberikan kepada seluruh warga Tc9w6. - Isu penyelesaian kasus HAM masa lalu kembali menjadi sorotan. Hal ini mengemuka setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Perpres Nomor 53 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia RANHAM 2021-2025. Dalam RANHAM 2021-2025, pemerintah tidak memasukkan upaya penyelesaian HAM masa lalu sebagai prioritas. Pemerintah justru hanya fokus pada 4 sektor yakni perempuan, anak, penyandang disabilitas dan kelompok masyarakat adat. Deputi V Kantor Staf Kepresidenan Jaleswari Pramowardhani berdalih, pemerintah tidak memasukkan kasus HAM masa lalu dalam RANHAM 2021-2025 karena pemerintah tengah menggodok kebijakan khusus penyelesaian kasus HAM masa lalu. “Kelompok korban dan keluarga pelanggaran HAM berat sedang disasar melalui kebijakan khusus pemerintah yang saat ini sedang diselesaikan oleh Menko Polhukam dan Wamenkumham sesuai arahan langsung Presiden Jokowi," kata Jaleswari dalam keterangan, Kamis 24/6/2021. Jaleswari menyebut, kebijakan akan difokuskan pada pemenuhan hak-hak korban sesuai peraturan yang berlaku dan norma hukum internasional seperti pemulihan, kebenaran serta jaminan ketidakberulangan. Hal tersebut, kata Jaleswari, sesuai pendekatan pemerintah lewat keadilan restoratif. Pemerintah juga berencana menyelesaikan pelanggaran HAM berat dengan pendekatan adhoc dan khusus sehingga berbeda dengan RANHAM 2021-2025. Namun ia tidak menutup kemungkinan RANHAM akan fokus pada penyelesaian HAM masa lalu. Janji Tak Kunjung Selesai "Penanganan kasus pelanggaran HAM memerlukan perlakuan khusus di mana penanganan kasus pelanggaran HAM tidak hanya berfokus pada kasus yang akan terjadi di masa depan, namun juga terhadap kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu. Hal ini dilatarbelakangi oleh asas universal yang berlaku terhadap kasus pelanggaran HAM berat, yakni asas retroaktif dan tidak mengenal batasan waktu kadaluarsa. Sehingga, upaya penghormatan negara terhadap HAM dan tanggung jawab perlindungan negara untuk memproses kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu membutuhkan konsensus nasional dari semua pemangku kepentingan.” Paragraf tersebut merupakan fragmen RPJMN 2015-2019 yang digagas Presiden Jokowi di periode pertama. Namun upaya tersebut pun tidak kunjung terealisasi hingga memasuki periode kedua Jokowi dan berganti RPJMN. Meski tidak kunjung terealisasi, pemerintahan Jokowi memang sempat punya upaya dalam menyelesaikan kasus HAM masa lalu. Pada 2015, pemerintah membentuk Komite Rekonsiliasi yang terdiri atas Komnas HAM, Kejaksaan Agung, Polri, TNI dan Kemenkumham. Selain itu, pembahasan Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi kembali digaungkan di tahun yang sama. Pada 2016, setidaknya ada dua kejadian besar. Pertama, pemerintah menggelar simposium insiden 1965. Simposium ini berusaha menyelesaikan kasus HAM masa lalu dengan pendekatan rekonsiliasi. Akan tetapi, keputusan simposium adalah meminta negara merehabilitasi korban dan ada upaya permintaan maaf kepada korban. Di tahun yang sama, Wiranto selaku Menkopolhukam membangun Dewan Kerukunan Nasional DKN. DKN dipergunakan sebagai upaya penyelesaian HAM masa lalu. Isu ini lantas menghilang hingga akhirnya kembali mengemuka pada 2018 setelah pertemuan korban pelangaran HAM berat dengan Presiden juga Pasal Penghinaan Presiden Dibatalkan MK, Muncul Lagi di RUU KUHP Teken Perpres RANHAM, Jokowi Sasar Perempuan hingga Masyarakat Adat Di periode kedua, Jokowi kembali menegaskan komitmen penyelesaian HAM masa lalu. Hal tersebut disampaikan Jokowi setidaknya 2 kali pada 2020. Dalam peringatan Hari Hak Asasi Manusia pada 10 Desember 2020 misal, Jokowi menjamin komitmen pemerintah untuk menyelesaikan HAM masa lalu secara bermartabat. "Pemerintah tidak pernah berhenti untuk menuntaskan masalah HAM masa lalu secara bijak dan bermartabat," kata Jokowi kala itu. Ia pun mengaku telah menunjuk Menkopolhukam Mahfud MD untuk menyelesaikan masalah tersebut. Momen kedua disampaikan Jokowi dalam Rapat Kerja Kejaksaan Agung tahun 2020. Ia memerintahkan agar komitmen penyelesaian HAM masa lalu oleh Kejaksaan Agung harus diselesaikan. “Komitmen penuntasan masalah HAM masa lalu harus terus dilanjutkan. Kejaksaan adalah aktor kunci dalam penuntasan pelanggaran HAM masa lalu." Komitmen tersebut pun kini berusaha direalisasi setelah beredarnya dokumen pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Penanganan Peristiwa Pelanggaran HAM Berat UKP PPHB. Namun semua upaya penyelesaian tersebut tidak kunjung juga 'Jalan Pintas' Jokowi Selesaikan Kasus HAM Berat Tanpa Pengadilan Alasan Kejagung Sulit Selidiki Dugaan Pelanggaran HAM Berat Papua Diragukan Menyelesaikan Masalah Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar khawatir sikap pemerintah yang menyebut akan menggunakan alasan kebijakan khusus dalam penyelesaian HAM masa lalu akan berakhir pada impunitas, apalagi pemerintah tidak memasukkan kasus HAM masa lalu dalam RANHAM 2021-2025. Rivanlee mengingatkan, esensi RANHAM adalah menempatkan perbaikan publik sehingga pemerintah dan masyarakat mendukung perbaikan HAM, menyusun program dan memastikan tujuan tercapai. Namun kasus HAM masa lalu justru tidak masuk dalam RANHAM 2021-2025. “Kami melihat ini isu yang bukan diprioritaskan. Karena kompleksitas dan impunitas, makatidak bisa diselesaikan secara khusus karena cenderung kompromistis," kata Rivanlee kepada reporter Tirto, Jumat 25/6/2021. Rivanlee beralasan, dua kementerian yang ditunjuk pemerintah, yakni Kemenkumham dan Kemenkopolhukam merupakan kementerian yang ditunjuk untuk membahas UKP PPHB. Ia khawatir, pemerintah akan lebih mengedepankan upaya pemutihan penyelesaian kasus HAM masa lalu daripada penegakan hukum. Dari situasi tersebut, ia melihat UKP PPHB justru memicu Jokowi semakin jauh dari upaya penyelesaian HAM masa lalu. Hal tersebut diperkuat dengan tidak masuknya pelanggaran HAM masa lalu dalam RANHAM 2021-2025 seperti RANHAM 2015-2019 lalu. "Pasti jauh. Pertama, keengganan untuk menggunakan perspektif korban sudah terjadi beberapa kali. Kedua, cara-cara negara cenderung pemulihan saja, menganggap bahwa non-yudisial adalah cara yang tepat untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat," kata Rivanlee. Kadiv Advokasi YLBHI M. Isnur justru menanyakan bentuk aksi khusus yang digagas Jokowi dalam penyelesaian HAM masa lalu. Menurut Isnur, penyelesaian HAM masa lalu adalah dengan memproses hukum kasus HAM masa lalu. "Program khususnya apa? Itu pertanyaan besar. Kita tidak melihat perkembangan yang signifikan di 6 tahun pemerintahan Jokowi. Tidak ada penyelidikan dari Komnas HAM yang maju ke penyidikan," kata Isnur kepada reporter Tirto. Parameter penanganan HAM masa lalu mudah, yakni kasus penyelidikan naik ke penyidikan pelanggaran HAM masa lalu. Jaksa Agung pun memroses hukum pelaku pelanggaran HAM masa lalu sebagai upaya penyelesaian HAM masa lalu. Ketidakhadiran pelanggaran HAM masa lalu dalam RANHAM 2021-2025 justru menimbulkan spekulasi upaya menyingkirkan proses hukum pelanggaran HAM masa lalu, kata Isnur. Isnur mengingatkan, korban banyak menantikan penyelesaian HAM sejak pembentukan Undang-Undang pengadilan HAM tahun 2000. Sampai saat ini tidak ada kasus yang berjalan dan berstatus mandeg dan pemerintah justru mengangkat pejabat yang diduga terlibat pelanggaran HAM masa lalu seperti Wiranto dan Prabowo. Hal ini semakin menguatkan keraguan publik terhadap penyelesaian HAM masa lalu. “Jadi wajar kalau masyarakat, kalau kemudian korban curiga ini adalah bagian dari semakin lemahnya political will pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan HAM masa lalu," kata Isnur. Peneliti Elsam Miftah Fadli mengatakan, pelanggaran HAM berat memang masuk dalam agenda Jokowi dalam RANHAM 2015-2019. Namun upaya penyelesaian hanya sebatas koordinasi. Kini, dua kementerian, yakni Kemenkopolhukam dan Kemenkumham tengah menggodok dua regulasi berbeda dalam penyelesaian HAM masa lalu. Kemenkopolhukam mendorong RPP pengungkapan kebenaran untuk menghidupkan KKR sementara Kemenkumham lebih ke UKP PPHB. Masyarakat sipil menyoroti soal pebentukan UKP PPHB. “Di level masyarakat memang untuk yang RPP UKP PPHB ini masih menimbulkan polemik ya karena memang masih melihat hak atas pemulihan korban itu dalam konteks yang sangat narrow, sempit banget," kata Fadli kepada reporter Tirto, Jumat 25/6/2021.Baca juga Polemik Izin Tambang Emas Sangihe Ditolak Warga & Helmud Hontang Relokasi GKI Yasmin Tak Menyelesaikan Akar Masalah Intoleransi Fadli mengingatkan, pemulihan korban tidak sebatas korban mendapatkan bantuan dari pemerintah seperti material. Pemulihan korban harus holistik dan komprehensif seperti pemulihan ekonomi dan reintegrasi korban di masyarakat. Kemudian, pemulihan juga harus melewati sejumlah fase. Hal tersebut dilompati UKP PPHB. Kedua, UKP PPHB bermasalah karena mengambil alih kewenangan Komnas HAM tentang penyelidikan HAM masa lalu. Ia mengingatkan, hasil investigasi Komnas HAM adalah pro-justicia atau penegakan hukum. Oleh karena itu perlu ada penetapan pengadilan sehingga harus melewati persidangan HAM adhoc. Ketiga, pemulihan korban pelanggaran HAM masa lalu harus diikuti dengan pengungkapan kebenaran. Proses pengungkapan kebenaran harus melalui pengakuan negara bahwa ada pelanggaran HAM masa lalu. Pengakuan tersebut lantas diikuti dengan langkah-langkah pemulihan, kata dia. Cara tersebut bisa berupa strategi nasional mekanisme pemulihan efektif dan menyeluruh korban HAM masa lalu hingga penegakan hukum. Dalam pantauan Elsam, kata Fadli, diskusi pembahasan RANHAM 2020-2025 sudah terlalu politis. Fadli beralasan, Sekber RANHAM sudah sejak awal menyasar 4 poin dalam RANHAM. Ia menilai, pemerintah seharusnya bisa memasukkan penyelesaian HAM masa lalu dalam RANHAM 2020-2025, tetapi malah menghilangkan niat tersebut meski menjalankan program UKP PPHB dan RPP pengungkapan kebenaran. “Kalau pemerintah punya komitmen yang baik seharusnya tuh bisa disinergikan antara bahwa di satu sisi pemerintah ada rencana untuk membuat RPP pengungkapan kebenaran dan UKP PPHB, tapi di sisi lain di RANHAM itu seharusnya bisa disebutkan sebagai rencana aksi sehingga dari situ publik bisa mendesak bahwa ini sudah masuk sebagai program aksi RANHAM," kata Fadli. Fadli pun khawatir program penyelesaian HAM masa lalu di era Jokowi tidak akan tercapai. Berdasarkan prediksi Elsam, penyelesaian HAM masa lalu butuh waktu sekitar 2-3 tahun sejak 2019. Fadli beralasan, pemerintahan pada tahun ketiga hingga selesai akan berfokus pada pemilu. “Itu 2-3 tahun dari 2019 waktu yang paling efektif membuat kebijakan seperti itu karena di luar itu pemerintah pasti fokusnya sudah ke persiapan Pemilu 2024 dan jadi agak susah menagih komitmennya. Jangan-jangan bisa jadi mundur lagi nih. Sampai sekarang ini prosesnya belum tahu sudah sampai mana pembahasannya," kata juga RUU KUHP Mengapa Pemerintah Jokowi Pertahankan Pasal Tipikor? Penganiayaan Pendamping Korban Kekerasan Seksual di Jombang Mengurut Kasus Kekerasan Seksual di Malang Setelah 11 Tahun Berlalu - Hukum Reporter Andrian Pratama TaherPenulis Andrian Pratama TaherEditor Abdul Aziz Komitmen untuk memberikan jaminan hak perlindungan dan pemulihan terhadap korban pelanggaran Hak Asasi Manusia HAM berat yang terjadi di masa lalu menjadi salah satu janji Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang sudah digaungkan sejak pertama kali beliau menduduki kursi kekuasaan tahun 2014. Nyatanya, kasus-kasus pelanggaran HAM berat, seperti Peristiwa 1965, Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989, Trisakti 1998, Semanggi I dan Semanggi II serta beberapa kasus pelanggaran HAM berat lainnya sampai saat ini masih menjadi utang pemerintah kepada masyarakat Indonesia. Hingga saat ini, belum ada langkah konkret yang dilakukan untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut secara adil dan tuntas. Korban dari pelanggaran-pelanggaran HAM tersebut belum mendapatkan perlindungan dan keadilan yang layak. Menurut sejumlah pakar hukum dan HAM, ada beberapa alasan mengapa kasus pelanggaran HAM di Indonesia sulit diselesaikan dan para korban sulit mendapatkan keadilan. Kuatnya impunitas hukum Menurut Moh. Fadhil, Dosen Hukum Pidana dari Institut Agama Islam Negeri IAIN Pontianak, Indonesia pernah memiliki satu regulasi penting, yakni Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi UU KKR, yang bertujuan untuk mengungkapkan kasus-kasus pelanggaran HAM dan memenuhi hak-hak korban, sehingga penderitaan korban dapat terobati. Namun, pada 2006, Mahkamah Konstitusi MK mencabut UU KKR tersebut karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memberikan kepastian hukum. Walaupun kini RUU KKR tengah digodok kembali di parlemen atas usulan Komnas HAM, putusan MK kala itu dinilai telah meruntuhkan harapan untuk pengungkapan kebenaran. Dilema pada perangkat hukum tersebut, menurut Fadhil, menggambarkan adanya belenggu impunitas hukum, karena rezim reformasi sekarang masih terkontaminasi oleh para pelaku pelanggaran HAM berat di masa orde baru. Eddy Hiariej, Guru Besar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, dalam bukunya yang berjudul “Pengadilan atas Beberapa Kejahatan Serius terhadap HAM” menyebutkan bahwa langgengnya impunitas disebabkan kuatnya arus politik yang mempengaruhi aspek penegakan hukum, sedangkan ranah politik sendiri masih dikuasai oleh para pelaku. Pengaruh tersebut mengontaminasi berbagai macam proses penegakan hukum secara in abstracto yakni proses formulasi kebijakan penegakan hukum. Inilah salah satu yang menjadi tembok penghalang pengungkapan kebenaran dan keadilan terhadap korban pelanggaran HAM berat di masa lalu yang turut memperkokoh benteng impunitas terhadap para pelaku. Untuk menerobos impunitas tersebut, menurut Fadhil, peran masyarakat sipil perlu diperkuat untuk mendorong dan mengawasi pembahasan RUU KKR yang tengah berjalan di parlemen. Kemudian, demi memutus rantai impunitas dari dalam kelembagaan, pemerintah bersama otoritas terkait, seperti Dewan Perwakilan Rakyat DPR, perlu menerapkan mekanisme seleksi rekam jejak yang ketat terhadap pejabat-pejabat yang akan mengisi jabatan di badan dan lembaga negara. Lemahnya implementasi hukum Menurut Ogiandhafiz Juanda, Dosen Hukum Internasional dan Keadilan Global dari Universitas Nasional, implementas aturan yang ada saat ini tidak cukup memadai untuk dapat memenuhi hak-hak korban pelanggaran HAM berat secara komprehensif. Padahal, Indonesia sudah memiliki UU Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM yang mengatur ketentuan pemberian kompensasi atau restitusi, serta jaminan perlindungan lainnya. Ketentuan lebih lengkap tentang pemberian kompensasi dan restitusi tersebut juga diatur dalam pasal 98 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP, dan Pasal 7 UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Sayangnya, pemenuhan kompensasi dan restitusi tersebut belum diberlakukan secara efektif dan efisien. Hal ini karena, menurut UU Pengadilan HAM, kompensasi dan restitusi akan diberikan melalui putusan pengadilan. Ogiandhafiz menyebutkan Peristiwa 1965 sebagai contoh, yang korban atau keluarganya sudah menanti lebih dari 50 tahun namun tidak juga mendapatkan kepastian hukum. Para korban masih harus menunggu keputusan pengadilan terlebih dahulu untuk bisa mendapatkan haknya. Tidak berjalannya proses peradilan inilah yang pada akhirnya menghambat proses pemulihan bagi para korban pelanggaran HAM berat. Menurut Ogiandhafiz, pemerintah harus segera menunjukkan komitmen terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dengan upaya dan langkah yang lebih konkrit, mulai dari proses penuntutan hingga pemulihan hak-hak korban. Never to forgive, never to forget Menurut Nunik Nurhayati, Dosen Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, penyelesaian pelanggaran HAM melalui skema KKR pada dasarnya mengedepankan jalur non-yudisial atau tanpa persidangan. Nunik menjabarkan ada tiga model penyelesaian pelanggaran HAM. Pertama, “to forget and to forgive” melupakan dan memaafkan, yaitu meniadakan proses pengadilan dan melupakan masa lalu. Melupakan dan memaafkan tanpa proses hukum mungkin pilihan yang diinginkan para pelaku. Model ini tidak hanya kontradiktif dengan harapan korban, tapi juga akan melanggengkan impunitas dan tidak memberikan efek jera. Kedua, “never to forget, never to forgive”, tidak melupakan dan tidak memaafkan. Artinya, peristiwa masa lalu akan diproses secara hukum. Para pelaku akan diadili dan apabila terbukti bersalah maka dijatuhi hukuman. Ketiga, “never to forget, but to forgive” tidak melupakan, tetapi kemudian memaafkan. Artinya, kasus diungkap dulu, sampaikan kebenaran, kemudian pelaku diampuni. Model ini bersandar pada proses kompromi. Menurut Nunik, pemerintah seharusnya mengambil model kedua untuk mengadili kasus pelanggaran HAM masa lalu karena bagaimanapun juga Indonesia adalah negara hukum. Peradilan HAM merupakan sesuatu yang multlak harus ada sebagai betuk keadilan yang nyata. Sementara itu, jalur non-yudisial sebenarnya lebih mengarah ke model pertama. Hal inilah yang ditolak oleh banyak pihak terutama para korban dan keluarganya. Walaupun pemerintah menghendaki jalur non-yudisial, yakni melalui KKR, pemerintah harus tetap terikat pada prinsip-prinsip umum yang diakui secara universal, yakni kewajiban negara dalam penyelesaian pelanggaran HAM dengan pemenuhan terhadap hak untuk tahu the right to know, sebagai landasan dalam pemberian pemulihan korban the right to reparation, dan penegakan pertanggungjawaban melalui penuntutan hukum, guna mencegah berulangnya pelanggaran HAM. loading...Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Elsam menyatakan perlindungan pembela atau pejuang HAM masih menjadi persoalan yang belum tersentuh penuh hukum. Foto/SINDOnews JAKARTA - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Elsam menyatakan perlindungan terhadap pembela atau pejuang hak asasi manusia HAM masih menjadi persoalan yang belum tersentuh penuh secara hukum. Tahun ini misalnya, Elsam mencatat ada 22 peristiwa pelanggaran dan kekerasan terhadap pembela HAM yang terjadi dalam kurun Januari-April 2020."Dari identifikasi 22 kasus terhadap pembela HAM atas lingkungan, sebanyak 69 korban individu dan 4 kelompok komunitas masyarakat adat," papar Direktur Eksekutif ELSAM Wahyu Wagiman dalam diskusi daring, Kamis 23/7/2020. Baca juga Hingga Juli, Istana Ungkap Terjadi Kasus Kekerasan Pada AnakPeristiwa tersebut terjadi di 10 wilayah. Para korban umumnya merupakan masyarakat adat, petani, termasuk jurnalis. Adapun pelaku yang paling banyak dilaporkan melakukan pelanggaran adalah aktor negara yaitu kepolisian dan pihak perusahaan atau korporasi."Baru 4 bulan, sudah terjadi 69 korban. Kalau ini tidak ditangani segera, bisa jadi catatan ini akan meningkat pada bulan-bulan berikutnya," celetuknya. Baca juga Kasus Kekerasan Terhadap Anak Meningkat Selama Pandemi CoronaJumlah itu menambah catatan pelanggaran HAM yang juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2019, Elsam mencatat adanya 127 individu dan 50 kelompok pembela HAM atas lingkungan yang menjadi korban sebelumnya, data Komisi Orang Hilang dan Korban tindak Kekerasan Kontras tercatat 156 peristiwa penyerangan yang ditujukan pada pembela HAM. Sementara, Yayasan Perlindungan Insani Indonesia juga mendokumentasikan ada 131 pembela HAM yang menjadi korban penyerangan."Bahkan, LBH Pers juga menyatakan adanya laporan kasus kekerasan itu tidak hanya menimpa aktivis, tapi juga menimpa jurnalis, khususnya yang meliput isu-isu lingkungan," ujar masih tingginya pelanggaran tersebut, Wahyu menagih komitmen pemerintah dalam penyelesaian kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap aktivis pembela HAM, masyarakat, maupun jurnalis. salah satunya, mendorong agar DPR melakukan revisi terhadap UU HAM dan memasukkan substansi yang menjamin perlindungan terhadap pembela HAM, seperti menambah pengertian mengenai pembela HAM dan perlindungannya serta menambah tugas dan fungsi Komnas itu, meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK segera mengesahkan rancangan peraturan menteri Rapermen Anti-SLAPP yang diharapkan mampu melindungi aktivis dan pembela HAM atas lingkungan. Begitu juga meminta agar adanya institusi nasional seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, dan Ombudsman membangun mekanisme perlindungan pembela HAM. maf 9 Contoh pelanggaran HAM di lingkungan masyarakat dan keluarga – Istilah Hak Asasi Manusia HAM sering terdengar jika membahas tentang hak-hak dan kewajiban. Di sekitar kita, ternyata ada banyak pelanggaran HAM yang terjadi, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Contoh-Contoh Pelanggaran HAM di Masyarakat dan KeluargaDaftar IsiContoh-Contoh Pelanggaran HAM di Masyarakat dan KeluargaApa Itu Pelanggaran HAM?Contoh Pelanggaran HAM di MasyarakatContoh Pelanggaran HAM di KeluargaPenutup Daftar Isi Contoh-Contoh Pelanggaran HAM di Masyarakat dan Keluarga Apa Itu Pelanggaran HAM? Contoh Pelanggaran HAM di Masyarakat Contoh Pelanggaran HAM di Keluarga Penutup nampoh Saat menonton atau membaca berita, barangkali kamu pernah menjumpai pembahasan tentang Hak Asasi Manusia HAM. Hak yang dimiliki setiap warga negara dan wajib diperjuangkan serta tidak boleh diganggu tersebut sudah diatur dalam undang-undang. Sayangnya, masih banyak pelanggaran HAM yang terjadi di sekitar, mulai dari pelanggaran HAM ringan hingga pelanggaran HAM berat. Pada artikel berikut, Mamikos akan mengulas tentang contoh-contoh pelanggaran HAM yang terjadi di lingkungan masyarakat dan keluarga, sehingga kamu bisa lebih waspada. Apa Itu Pelanggaran HAM? Pelanggaran HAM merupakan perbuatan yang melawan hukum dengan mengurangi, menghalangi, membatasi, atau mencabut hak asasi manusia. Berdasarkan definisi pada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 terkait Pengadilan HAM, definisi pelanggaran HAM merupakan setiap perbuatan seseorang atau sekelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja yang secara hukum mengurangi, menghalangi, atau mencabut HAM seseorang yang dijamin oleh undang-undang akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Pelanggaran HAM berat ataupun ringan dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk oleh aparatur negara dan masyarakat sipil. Pada pelanggaran HAM ringan, nyawa seseorang memang tidak terancam, tetapi orang tersebut bisa mengalami kerugian. Sedangkan pada pelanggaran HAM berat, seseorang tidak hanya akan terancam, tetapi juga bisa kehilangan nyawa. Padahal, sebagai warga negara yang baik, kita seharusnya menghormati hak asasi manusia dan tidak membedakan manusia hanya karena ras, jabatan, warna kulit, dan jenisnya yang berbeda. Berikut ini adalah contoh-contoh pelanggaran HAM yang dapat terjadi di lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga. Contoh Pelanggaran HAM di Masyarakat Tidak hanya pelanggaran HAM di negara saja yang perlu mendapatkan sorotan, pelanggaran HAM yang terjadi di masyarakat pun perlu segera ditangani, seperti 1. Penganiayaan Kegiatan penganiayaan seseorang di lingkungan masyarakat hingga menimbulkan luka atau trauma akan menjadi contoh pelanggaran HAM. Pelaku tindak penganiayaan bisa mendapatkan berupa hukuman pidana penjara hingga beberapa tahun atau membayar denda bergantung tingkat kejahatan yang dilakukan pelaku. 2. Pencemaran Nama Baik Jika kamu mencari contoh pelanggaran HAM ringan, pencemaran nama baik seperti dengan menyerang kehormatan atau menuduh hal yang tidak dilakukan seseorang dengan maksud untuk menjatuhkan orang tersebut bisa dikategorikan pada salah satu pelanggaran. Selain itu, biasanya pencemaran nama baik juga diikuti dengan adanya tuduhan tanpa bukti atau fitnah. Meskipun bukan termasuk pelanggaran HAM berat, pelaku pencemaran nama baik tetap akan dikenakan sanksi berupa pidana penjara ataupun dalam bentuk denda. 3. Perusakan Fasilitas Umum Merusak fasilitas umum yang disediakan pemerintah ternyata dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM di lingkungan masyarakat. Apalagi jika motif perusakan tersebut didasarkan pada kekecewaan seseorang terkait kebijakan atau aturan yang ditetapkan pemerintah. Sebab, akibat dari fasilitas umum yang rusak, masyarakat pengguna fasilitas umum tersebut akan mengalami kesulitan saat akan mengaksesnya. 4. Main Hakim Sendiri Masyarakat yang mendapati ada tindakan kejahatan seperti pencurian atau pelaku tindak asusila di wilayahnya seringkali memutuskan mengadili sang pelaku. Padahal, hal tersebut bisa digolongkan pada pelanggaran HAM karena main hakim sendiri. Sebaiknya masyarakat yang menemukan ada kejahatan di sekitarnya segera melaporkan pada pihak yang berwajib, sehingga pelaku kejahatan akan mendapatkan hukuman yang sesuai perbuatannya. 5. Tidak Toleran pada Perbedaan Tidak toleran pada perbedaan yang terjadi di lingkungan termasuk pelanggaran HAM. Misalnya saja dengan membeda-bedakan perlakuan pada orang yang memiliki ras berbeda atau pendatang di lingkungan masyarakat tersebut. Selain itu, membatasi seseorang untuk beribadah karena perbedaan keyakinan juga termasuk kegiatan yang melanggar HAM. Contoh Pelanggaran HAM di Keluarga Contoh pelanggaran hak asasi pribadi yang ditemukan di lingkungan keluarga cukup beragam. Sebab, ada banyak contoh pelanggaran HAM di rumah yang terjadi, seperti 1. Penyiksaan Orang Tua Pada Anggota Keluarganya Orang tua yang merasa kesal dan jengkel pada anggota keluarga dan memiliki sikap tempramen bisa melakukan hal-hal yang melanggar hak asasi manusia. Misalnya dengan menganiaya anggota keluarga, memukuli anggota keluarga, bahkan menyiksanya. Akibat perbuatan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan orang tua tersebut, anggota keluarga bisa merasakan trauma, mengalami luka fisik dan mental, bahkan kematian. 2. Eksploitasi Anak Pelanggaran HAM di tingkat keluarga yang seringkali ditemukan adalah eksploitasi anak yang masih di bawah umur untuk bekerja atau melakukan hal-hal yang seharusnya dikerjakan orang dewasa. Eksploitasi tersebut bisa berupa pemberian pekerjaan pada anak yang melebihi batas kemampuannya, memaksa anak menjalani suatu profesi yang memberatkan, melibatkan anak dalam konflik bersenjata, hingga melibatkan anak dalam kegiatan seksual yang belum dipahami. 3. Pemaksaan Kehendak Terhadap Anak Memaksakan kehendak pada anak tanpa mendengarkan alasannya sebelumnya juga termasuk pelanggaran HAM. Misalnya saja ada orang tua yang ingin memaksakan jurusan kuliah, memaksa anak untuk mengikuti kemauan orang tua, dan sebagainya. 4. Tidak Memberikan Nafkah Pada Anak Seorang anak yang belum bisa menghasilkan uang sendiri masih bergantung pada orang tua. Namun, orang tua yang mengabaikan hak anak dan tidak memberikan nafkah, baik secara sengaja maupun tidak disengaja dapat dikatakan melanggar HAM. Nafkah yang diberikan pada anak bisa berupa makanan dan minuman, tempat tinggal yang aman, pakaian, serta kebutuhan-kebutuhan lain yang sifatnya primer. Penutup Demikian informasi terkait 9 contoh pelanggaran HAM di lingkungan masyarakat dan keluarga yang perlu kamu ketahui. Ternyata contoh pelanggaran HAM ringan di masyarakat dan contoh pelanggaran hak asasi manusia di lingkungan keluarga masih ditemukan. Begitu pula contoh pelanggaran HAM di lingkungan sekolah dan contoh pelanggaran HAM di lingkungan negara. Bentuk kontribusi yang bisa kamu lakukan untuk mencegah pelanggaran HAM yang lebih besar terjadi adalah dengan melaporkannya pada pihak berwajib dan meminta bantuan pada ahli hukum. Jangan takut untuk membela hak asasi manusia, apalagi kamu berada di jalan yang benar. Semoga bermanfaat. Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu Kost Dekat UGM Jogja Kost Dekat UNPAD Jatinangor Kost Dekat UNDIP Semarang Kost Dekat UI Depok Kost Dekat UB Malang Kost Dekat Unnes Semarang Kost Dekat UMY Jogja Kost Dekat UNY Jogja Kost Dekat UNS Solo Kost Dekat ITB Bandung Kost Dekat UMS Solo Kost Dekat ITS Surabaya Kost Dekat Unesa Surabaya Kost Dekat UNAIR Surabaya Kost Dekat UIN Jakarta

sekarang ini begitu sering terjadi peristiwa pelanggaran ham di masyarakat